https://madiun.times.co.id/
Berita

Polemik Bahasa Isyarat SIBI vs BISINDO, Begini Pendapat Guru SLB di Kota Tasikmalaya

Jumat, 23 Mei 2025 - 17:08
Polemik Bahasa Isyarat SIBI vs BISINDO, Begini Pendapat Guru SLB di Kota Tasikmalaya Nurul Fadilah, S.Pd., saat menjadi translater bahasa isyarat dihadapan disabilitas penyandang tunarungu pada acara OJK Peduli di SLB Lestari, Jumat (23/5/2025) (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)

TIMES MADIUN, TASIKMALAYA – Perdebatan mengenai dua bahasa isyarat utama yang digunakan komunitas Tuli di Indonesia, yaitu Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) kembali mencuat di kalangan pendidik dan komunitas pemerhati disabilitas, termasuk Kota Tasikmalaya. 

Isu ini bukan semata-mata teknis, melainkan menyangkut identitas, kebijakan pendidikan, serta hak komunikasi masyarakat Tuli Indonesia.

Di Kota Tasikmalaya, para guru di SLB Negeri Tamansari angkat suara mengenai perdebatan ini.

Tiga tenaga pendidik, yakni Nurul Fadilah, S.Pd., Muhammad Arief Ridwan, S.Pd., dan Silmi Azizah Tajriani, S.Pd., membagikan pandangan mereka soal efektivitas penggunaan SIBI dan BISINDO dalam dunia pendidikan dan komunitas.

Muhammad Arief Ridwan menyatakan, meskipun SIBI banyak digunakan di sekolah-sekolah luar biasa (SLB), tak sedikit murid tunarungu justru merasa tidak nyaman dengan sistem isyarat ini.

“Kita sering mendapat protes dari anak-anak karena menggunakan SIBI, terutama yang sudah aktif berinteraksi dengan komunitas Tuli. Terutama siswa di tingkat SMP dan SMA. Mereka lebih nyaman dengan BISINDO,” ujarnya saat ditemui di SLB Lestari, Jumat (23/5/2025).

Perbedaan antara SIBI dan BISINDO bukan hanya pada aspek teknis, tetapi juga filosofis dan sosiologis.

Dikutip dari laman https://ditsmp.kemendikdasmen.go.id bahasa isyarat merupakan bentuk komunikasi visual yang menggunakan gerakan tangan, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh. Namun, di Indonesia, dua jenis bahasa isyarat ini memiliki karakteristik yang sangat berbeda.

Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dikembangkan pemerintah Indonesia sejak 1981, merepresentasikan tata bahasa Indonesia secara manual, digunakan secara formal di institusi pendidikan dan acara resmi, menggunakan satu tangan, serta kurang fleksibel, karena dinilai kaku dan tidak natural oleh banyak pengguna Tuli

Sedangkan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) berkembang alami dalam komunitas Tuli, lebih intuitif dan tidak mengikuti kaidah bahasa Indonesia lisan, menggunakan dua tangan dan gestur yang ekspresif, digunakan dalam kehidupan sehari-hari serta dinamis dan lebih bisa merepresentasikan emosi pengguna.

Silmi Azizah Tajriani, S.Pd., menekankan bahwa penggunaan bahasa isyarat harus memperhatikan siapa audiensnya.

 “Kalau di sekolah, tentu kita gunakan SIBI karena itu standar pendidikan. Tapi kalau di komunitas, BISINDO jauh lebih efektif. Saya rasa, keduanya perlu saling melengkapi untuk menguatkan esensi bahasa isyarat itu sendiri, yakni pesan bisa tersampaikan dan diterima dengan benar,” ungkapnya.

Dalam praktiknya, guru SLB kerap kali mengalami dilema. Di satu sisi, kurikulum pendidikan nasional mengharuskan penggunaan SIBI. Di sisi lain, murid yang aktif berinteraksi dengan komunitas Tuli lebih memilih BISINDO karena dirasa lebih mudah dan alami.

Sementara Nurul Fadilah, S.Pd., mengatakan bahwa penting bagi para pendidik untuk tetap fleksibel dan adaptif terhadap kebutuhan anak didik.

“Bahasa itu tentang komunikasi. Kalau pesan tidak tersampaikan dengan baik, maka tujuan utamanya gagal. Maka guru juga harus jeli, kapan harus pakai SIBI, kapan harus pakai BISINDO,” tegasnya.

Sementara itu Aris Rahman SPd pegiat sosial dari Paguyuban Pegiat  Disabilitas Tasikmalaya (Papeditas)  mengatakan bahwa pihaknya terus mendorong agar kedua bahasa isyarat terus bisa beriringan,  upaya ini tidak hanya bertujuan menjembatani komunikasi, tetapi juga mempertahankan bahasa dan identitas budaya Tuli Indonesia.

Aris menambahkan sebagai bagian dari masyarakat yang inklusif, publik juga memiliki peran penting dalam mendukung komunitas Tuli.

"Mari sosialisasikan belajar dasar bahasa isyarat, baik SIBI maupun BISINDO, untuk membangun komunikasi inklusif, sehingga dapat mendukung kebijakan aksesibilitas, termasuk penggunaan juru bahasa isyarat di ruang publik dan media."pungkas Aris. (*)

Pewarta : Harniwan Obech
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Madiun just now

Welcome to TIMES Madiun

TIMES Madiun is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.