Kopi TIMES

Market Place Guru: Salah Pilih Kata atau Salah Merencanakan Program?

Kamis, 08 Juni 2023 - 17:02
Market Place Guru: Salah Pilih Kata atau Salah Merencanakan Program? Ade Herdian Putra, S.Pd., M.Pd, Peneliti Bidang Pendidikan, Psikologi, dan Konseling di Universitas Negeri Padang.

TIMES MADIUN, PADANG – Lebih kurang satu pekan belakangan dunia pendidikan Indonesia dihebohkan dengan gagasan rencana program yang akan diusung oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim.

Gagasan rencana program itu bernama Market Place guru. Program ini direncanakan untuk mengatasi masalah perekrutan guru di Indonesia. Permasalah perekrutan guru memang menjadi masalah penting dalam bidang pendidikan Indonesia. Jumlah kebutuhan guru dengan ketersediaan guru membuat proses pendidikan di sekolah menjadi tidak efektif. Hal ini ditambah lagi dengan kurang relevannya mata pelajaran yang diajar oleh beberapa orang guru dengan latar belakang pendidikannya. Sebagai contoh, guru mata pelajaran merangkap sekaligus menjadi guru Bimbingan dan Konseling di sekolah.

Idealnya, guru mengajar mata pelajaran sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahliannya. Namun yang terjadi saat ini, beberapa guru merangkap sebagai guru pada dua mata pelajaran sekaligus. Jika dibandingkan dengan jumlah sarjana pendidikan dari Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK), sebenarnya masalah ini dapat teratasi. Menurut laporan seluruh LPTK di Indonesia tahun 2023, setidaknya ada 300.000 sarjana pendidikan yang baru lulus dari LPTK setiap tahunnya.

Namun masih ada opini yang menyebutkan bahwa tidak ada jaminan bahwa sarjana pendidikan yang baru lulus berkompeten dalam mengajar di sekolah. Untuk mengatasi masalah itu, Kemendikbudristek mengadakan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Pra jabatan. Tujuan program PPG Pra jabatan ini adalah untuk meningkatkan kompetensi sarjana pendidikan yang baru lulus dari LPTK agar siap mengajar di sekolah yang membutuhkan guru. Di saat program ini sedang berjalan, muncul gagasan rencana Mendikbudristek yang bernama Market Place guru.

Market Place guru adalah sebuah pangkalan data yang menghimpun data guru profesional Indonesia yang belum diangkat menjadi guru di suatu sekolah. Guru-guru yang terdata di pangkalan data tersebut adalah lulusan PPG Pra jabatan, guru honorer yang lulus seleksi, dan calon guru ASN. Nantinya program ini diharapkan dapat mengurangi masalah ketidaksesuaian kebutuhan sekolah dengan jumlah dan kompetensi guru. Pimpinan sekolah dapat melihat profil guru-guru yang tersedia di pangkalan data tersebut untuk direkrut menjadi guru sesuai dengan kebutuhan sekolahnya. Guru-guru yang sesuai dengan kualifikasi dan kebutuhan, maka dapat dipilih untuk diajukan sebagai guru di sekolahnya.

Kalau dilihat dari sistem program Market Place guru, sebenarnya hampir sama dengan sistem booking dokter oleh pasien di suatu rumah sakit. Jika pasien ingin berobat yang terkait dengan penyakit dalam, maka pasien dapat memilih dokter yang berkompeten dalam bidang penyakit dalam. Rumah sakit telah menyediakan pangkalan data yang sistemnya seperti itu. Dalam pangkalan data rumah sakit, ada profil dokter beserta kompetensi yang dimilikinya. Berdasarkan pangkalan data rumah sakit itu, pasien bisa memilih sendiri dengan dokter siapa Ia akan berobat.

Hanya saja yang membedakan kedua sistem tersebut adalah jika di rumah sakit pasien dapat memilih ingin berobat dengan dokter siapa, maka pada Market Place guru, pimpinan sekolah dapat memilih guru yang dapat mengajar di sekolahnya. Jika ditelaah sejauh ini, maka sebenarnya tidak ada masalah, mengingat Indonesia juga harus mengikuti perkembangan dunia digital. Selain itu, rencana program Market Place guru ini juga membantu masalah sistem perekrutan guru secara terpusat yang sering tidak sesuai antara kompetensi dan jumlah guru.

Permasalahan yang ramai dibicarakan, terutama di media sosial saat ini adalah penggunaan kata ‘Market Place’ pada program yang diusung Mendikbudristek tersebut. Kata ‘Market Place’ atau lokapasar akrab oleh masyarakat Indonesia sebagai situs belanja online. Biasanya yang dijual di Market Place adalah produk atau penawaran jasa. Pada situs Market Place ditampilkan foto produk atau jasa beserta spesifikasinya.

Pengelola Market Place adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara penjual dan pembeli. Jika pembeli ingin membeli produk atau jasa yang dibutuhkan, maka tinggal mengeklik checkout dan melakukan transaksi pembayaran. Jika dikaitkan dengan rencana sistem perekrutan guru yang dimaksudkan oleh Mendikbudristek ini, maka sepertinya istilah Market Place kurang tepat.

Profesi guru adalah profesi yang sangat mulia. Guru tidak hanya mengajarkan keterampilan atau memberi pengetahuan kepada peserta didik. Guru juga bertugas untuk mendidik peserta didik untuk menjadi seorang manusia yang berkarakter baik. Oleh karena itu, kurang tepat rasanya menggunakan istilah Market Place untuk menamai program perekrutan guru yang dimaksud Mendikbudristek tersebut. Istilah market dapat menimbulkan pandangan bahwa seolah-olah guru adalah produk yang diperjualbelikan. Kemdikbudristek sebaiknya memperhatikan penamaan program tersebut, agar kemuliaan profesi guru tidak terendahkan.

Dari segi sistem, rencana program Market Place yang digagas Mendikbudristek ini juga perlu diperhatikan. Program Market Place guru dapat berpotensi menimbulkan nepotisme di dunia pendidikan Indonesia. Nepotisme tersebut dapat terjadi karena hak perekrutan guru diserahkan kepada sekolah. Pimpinan sekolah berhak memilih guru yang ada dalam pangkalan data Market Place untuk mengajar di sekolahnya.

Pemilihan guru yang seperti itu juga dapat terjadi secara subjektif, misalnya kepala sekolah memilih seorang guru yang ada di pangkalan data untuk mengajar di sekolahnya karena memiliki hubungan kekeluagaan. Ternyata pada pangkalan data tersebut banyak guru yang lebih berkompeten untuk mengisi formasi yang sama. Tentunya hal ini berpotensi menghambat peluang guru-guru lainnya yang sebenarnya lebih berkompeten mengisi kekosongan formasi tersebut.

Agar peluang nepotisme ini tidak terjadi, maka Kemdikbudristek perlu mempersiapkan sistem khusus dalam program tersebut yang dapat mengantisipasi peluang-peluang terjadinya nepotisme dalam perekrutan guru di Indonesia.

***

*) Oleh: Ade Herdian Putra, S.Pd., M.Pd, Peneliti Bidang Pendidikan, Psikologi, dan Konseling di Universitas Negeri Padang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Madiun just now

Welcome to TIMES Madiun

TIMES Madiun is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.