https://madiun.times.co.id/
Berita

Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Nafas Panjang Mencari Keadilan (2)

Minggu, 01 Oktober 2023 - 07:17
Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Nafas Panjang Mencari Keadilan (2) Ratusan suporter Aremania menjadi korban karena terinjak dan menghirup gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian usai laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

TIMES MADIUN, MALANG – Perjuangan mencari keadilan tidak pernah berhenti. Seperti halnya yang dilakukan oleh keluarga korban Tragedi Kanjuruhan bernama Devi Athok. Ia melakukan segala cara untuk terus memperjuangkan keadilan. Ia pun meminta bantuan hukum dari tim TATAK sebagai kuasa hukum dan LPSK untuk mendampinginya memperjuangkan keadilan melalui berbagai cara.

Pertama, Devi Athok menjadi satu satunya keluarga korban yang mengajukan autopsi pada 5 November 2022 lalu. Ia berjuang sendiri untuk autopsi anaknya yang meninggal di Kanjuruhan. Ia sempat mengajak keluarga korban lainnya. Namun tak menemukan dukungan.

Tragedi-Kanjuruhan-B.jpgArema FC kalah 2-3 atas lawannya Persebaya dalam lanjutan laga Liga 1. Kekalahan ini memicu kekecewaan suporter Aremania yang kemudian masuk ke lapangan Stadion Kanjuruhan Malang. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

“Aku maju sendiri sempat cari yang lain untuk sama sama mau autopsi, ini kan mencari keadilan untuk supporter, bukan hanya saya pribadi,” imbuhnya.

Dua kali Devi mengajukan autopsi, sejak pertama kali maju tanpa dampingan dan mendapatkan berbagai intimidasi hingga ia mengaku diancam akan dibunuh oleh oknum polisi yang kerap kali memantau gerak geriknya hingga berkeliaran di sekitar rumahnya.

“Saya berjuang sendiri, mulai dapat ancaman tanggal 11, 12, 13 (oktober) saya di teror oleh polisi yang datang ke rumah. Saya mau dibunuh, keluarga diancam mau dicelakain. Kemudian tanggal 20-21 (oktober) saya dapat perlindungan melekat dari LPSK dan pak Imam (TATAK) saya maju lagi untuk berjuang,” bebernya.

Dalam pengajuan autopsi, Devi mengaku akan dipenjarakan oleh oknum polisi dengan berbagai alasan yang dikait-kaitkan. Namun ia tak peduli dan maju terus untuk pelaksanaan autopsi. 

Autopsi juga tidak mudah. Devi awalnya meminta tim dokter autopsi yang melakukan autopsi terhadap Brigadir J di kasus Ferdy Sambo. Polda Jatim tidak menuruti permintaan Devi. Polisi memilih tim dokter sendiri untuk melaksanakan autopsi terhadap kedua putri Devi Athok yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan.

“Saya waktu itu pesimis autopsi ini direkayasa. Benar saja, hasilnya tidak ada unsur gas air mata dan hanya soal benturan benda keras. Sudah gak sesuai dengan kenyataan, polisi mencari pembenaran sendiri,” tegasnya.

Nafas perjuangan tak berhenti. Devi pun melanjutkannya dengan menyodorkan laporan model B guna menyaingi laporan model A dari kepolisian yang dianggap Devi sebagai laporan ‘dagelan’. Devi pun memulai dengan kuasa hukumnya melakukan laporan model B di Polres Malang Kepanjen selang dua bulan Tragedi Kanjuruhan.

Namun, laporan tersebut pun jalan ditempat hingga akhirnya berbulan-bulan berselang laporan itu dihentikan oleh pihak Polres Malang Kepanjen dengan alasan pasal yang disangkakan tak sesuai dengan bukti yang tertera.

Tragedi-Kanjuruhan-C.jpgDoa bersama untuk korban Tragedi Kanjuruhan dihari ke 7 di depan Stadion Kanjuruhan Malang. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

Devi jelas kecewa. Terlebih kelima tersangka yang sudah ditetapkan dihukum tak setimpal. Belum lagi satu tersangka, yakni eks Dirut PT LIB sampai saat ini tak kunjung masuk dalam persidangan karena dinilai berkas belum kuat.

“Mereka dihukum cuma berapa itu. Kalau mereka dihukum setimpal dan dipecat kan setimpal. Eks Kapolda Jatim, eks Kapolres Malang, eks Dirut PT LIB, eks Ketua PSSI, PT Indosiar yang ngotot menayangkan malam sampai dokter autopsi itu juga saya tuntut. Ini harusnya masuk pembunuhan berencana,” tuturnya.

Di sisi lain, Kuasa Hukum dari Tim Gabungan Aremania (TGA), Anjar Nawan Yusky melakukan berbagai gelombang perjuangan bersama para penyintas hingga keluarga korban Kanjuruhan. 

Awalnya ia bersama lainnya merespon laporan model A yang kala itu dibuat oleh pihak kepolisian guna penyelidikan perkara Tragedi Kanjuruhan.

Ia mendesak laporan model A yang hanya menetapkan 6 tersangka dengan pasal kelalaian untuk bisa merubah menjadi pasal pembunuhan berencana dan tersangka pun ditambah.

"Kita sempat bersurat ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) agar tidak P21 (berkas lengkap) dulu, karena pasal hanya kelalaian dan tersangka hanya enam," katanya.

Dari kejanggalan laporan model A tersebut, mereka berinisiatif untuk membuat laporan model B meski terkesan jalan sendiri sendiri hingga akhirnya satu laporan model B kini dihentikan.

Perjuangan tak berhenti. Berbagai upaya pun dilakukan mulai dari permohonan restitusi atau ganti rugi kepada LPSK yang nominalnya akhirnya tak dicantumkan dalam sidang.

Lalu, mencoba ke KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) untuk mendorong proses hukum, khususnya bagi korban anak yang jumlahnya juga tak sedikit.

"Kepada Komnas HAM juga kita mendesak agar perkara Kanjuruhan ini ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat," tegasnya.

Lalu, ada pun cara lain untuk mencari keadilan. Diantaranya, mendatangi Propam Mabes Polri untuk membuat laporan kode etik, khususnya kepada eks Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat, eks Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta hingga para eksekutor penembak gas air mata di lapangan.

Sembilan bulan, laporan itu jalan ditempat. Bahkan, dari surat yang diterima Anjar menunjukkan bahwa hanya tercantum nama Ferli Hidayat, sedangkan Nico Afinta hilang begitu saja dalam surat laporan.


"Pidana gak jalan, etik gak jalan. Kita juga ke Ombudsman terkait pelayanan kepolisian yang berbelit dan kita sampai sekarang masih saja menunggu hasilnya," ungkapnya.

Puncaknya, kedua kali ia bersama tim hukum lain dan keluarga korban mendatangi Bareskrim Polri untuk membuat laporan kembali. Sebelumnya, mereka sudah pernah membuat laporan tapi hanya pasal anak-anak saja yang diterima. Padahal korban Tragedi Kanjuruhan ada dari berbagai kalangan.

"Yang terakhir ini kita disuruh nunggu 10 hari lagi kedepan. Keadilan ini masih jauh dari panggang api," imbuhnya. (*)

Pewarta : Rizky Kurniawan Pratama
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Madiun just now

Welcome to TIMES Madiun

TIMES Madiun is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.