TIMES MADIUN, MALANG – Indonesia telah menegaskan tekadnya untuk mencapai kemajuan luar biasa melalui visinya "Indonesia Emas 2045." Namun, untuk merealisasikan ambisi besar ini, kita perlu memahami secara mendalam konsep masyarakat pembelajar.
Konsep ini membawa gagasan baru tentang bagaimana kita seharusnya mendekati pembangunan nasional.
Salah satu elemen kunci dalam konsep masyarakat pembelajar adalah pemahaman tentang tiga keseimbangan keyakinan.
Di perkenalkan oleh Joseph E. Stiglitz dan Bruce C. Greenwald dalam buku mereka berjudul "Creating a Learning Society: A New Approach to Growth, Development, and Social Progress" yang diterbitkan pada tahun 2015.
Konsep pertama adalah "kecenderungan konfirmasi," yang merujuk pada kebiasaan individu untuk memproses informasi yang sesuai dengan keyakinan mereka sebelumnya. Dalam konteks pembangunan, hal ini berarti bahwa kita harus terbuka terhadap ide-ide baru yang mendukung perubahan positif.
Konsep kedua adalah bahwa mayoritas informasi yang kita terima berasal dari individu lain, dan cara kita menilai informasi tersebut sangat dipengaruhi oleh keyakinan sebelumnya dan jaringan sosial kita. Ini menyoroti pentingnya memiliki akses ke beragam sumber informasi yang positif dalam masyarakat.
Terakhir, keyakinan individu memengaruhi tindakan mereka. Jika seseorang percaya bahwa perubahan tidak mungkin, maka mereka mungkin tidak akan mengambil tindakan yang dapat memfasilitasi perubahan. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan keyakinan bahwa perubahan itu mungkin dan perlu, serta mendukung tindakan yang mempromosikan pembelajaran dan adaptasi.
Konsep masyarakat pembelajar ini juga membantu kita memahami kegagalan teori-teori pembangunan sebelumnya. Beberapa teori ekonomi yang pernah mendominasi pandangan pembangunan sering kali mengabaikan peran utama pembelajaran dan perubahan pola pikir dalam proses pembangunan.
Mereka mungkin terlalu terpaku pada aspek ekonomi formal seperti investasi, produksi, atau pertumbuhan. Tanpa mempertimbangkan peran penting pembelajaran dalam menciptakan masyarakat yang maju. Sebagai contoh, beberapa teori ekonomi yang diterapkan dalam konteks pembangunan masa lalu mungkin telah mengabaikan pentingnya menciptakan masyarakat yang selalu ingin belajar.
Mereka mungkin terlalu percaya pada mekanisme pasar yang tidak diatur. Tanpa mempertimbangkan bahwa mekanisme tersebut mungkin tidak memadai untuk menciptakan masyarakat pembelajar. Hal ini dapat menyebabkan ketidakcocokan antara kebijakan ekonomi yang diterapkan dan realitas masyarakat yang tidak selalu siap untuk belajar dan beradaptasi.
Dalam konteks Indonesia, kita telah melihat bagaimana kegagalan teori-teori pembangunan sebelumnya telah menghasilkan ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang signifikan. Pendekatan yang tidak berpusat pada pembelajaran seringkali mengabaikan sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan besar. Tetapi memerlukan pembelajaran dan inovasi yang lebih besar. Hal ini dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam akses ke peluang ekonomi dan pendidikan.
Visi "Indonesia Emas 2045" adalah tantangan besar yang memerlukan pendekatan yang berbeda. Dengan memahami konsep tiga keseimbangan keyakinan ini dan belajar dari kegagalan teori-teori pembangunan sebelumnya, Indonesia dapat membangun landasan yang lebih kuat untuk pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan.
Penting untuk diingat bahwa transformasi menuju masyarakat pembelajar berlaku untuk semua aspek kehidupan masyarakat, termasuk ekonomi, politik, dan sosial. Pemerintah memiliki peran kunci dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran dan perubahan positif.
Masyarakat juga harus memainkan peran aktif dalam pembentukan masyarakat pembelajar. Perubahan adalah bagian alami dari perkembangan, dan pembelajaran adalah kunci untuk mencapai potensi penuh.
Dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks dan dinamis. Hanya masyarakat yang berkomitmen untuk terus belajar dan beradaptasi yang akan mampu menghadapinya dengan sukses.
Dengan konsep masyarakat pembelajar dan keyakinan yang kuat dalam perubahan positif, Indonesia dapat mencapai prestasi yang gemilang pada tahun 2045 dan melanjutkan keberhasilan dalam pembangunan nasional. Semua ini adalah bagian dari perjalanan kita menuju Indonesia Emas.
Mari kita renungkan kisah sederhana tentang seekor kupu-kupu. Kupu-kupu yang kecil dan rapuh ini, setelah berjuang melewati tahap metamorfosis yang panjang, akhirnya keluar dari kepompongnya.
Saat pertama kali melihat dunia luar, ia menemui hembusan angin yang mendorongnya untuk terbang lebih tinggi, mencari bunga-bunga yang indah. Kupu-kupu itu adalah simbol dari perubahan, pembelajaran, dan transformasi.
Indonesia, seperti kupu-kupu itu, harus siap untuk terbang lebih tinggi dan terus belajar. Dengan semangat masyarakat pembelajar dan keyakinan yang kuat dalam perubahan positif. Indonesia bisa menjadi "emas" pada tahun 2045.
***
*) Oleh: Hidsal Jamil, Peneliti di Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan dan Kerakyatan (PKEPK), Universitas Brawijaya, Kota Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Hainorrahman |