https://madiun.times.co.id/
Kopi TIMES

Sistem Peringatan Dini Konflik Pemilu

Selasa, 06 Juni 2023 - 00:37
Sistem Peringatan Dini Konflik Pemilu Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

TIMES MADIUN, YOGYAKARTA – Suhu politik jelang Pemilu semakin memanas. Tanda-tandanya bisa dilihat dari saling mengkritik antar politisi maupun pendukungnya. Seperti mereka saling melontarkan komentar miring terhadap lawan politik. Fenomena perseteruan ini terlihat di jagat media sosial. 

Wujud dari komentar miring itu dapat berupa ujaran kebencian. Tindakan melakukan ujaran kebencian bertujuan membunuh karakter kandidat. Dampaknya terjadi pelabelan negatif bagi diri calon yang berakibat kekalahan pada ajang kompetisi memperoleh kursi legislatif atau presiden di pemilihan umum. 

Bukan hanya berhenti di media sosial. Embrio pertikaian antara politisi dan pendukung telah menjalar di akar rumput. Realitas ini dapat dilihat pada spanduk, poster, atau baliho yang berisikan penolakan terhadap capres saat melakukan sosialisasi di daerah tertentu. 

Alasan penolakan adalah menganggu stabilitas politik disebabkan oleh daerah tujuan sosialisasi telah memiliki  pilihan capres tersendiri. Sehingga kegiatan sosialisasi capres dibiarkan akan ada unjuk rasa dari kelompok masyarakat yang mendukung capres lain. Unjuk rasa tersebut bisa menimbulkan ketersinggungan relawan capres yang melakukan sosialisasi. Kalau hal ini terjadi benturan antar kelompok pendukung tak terelakan lagi.

Ternyata bentuk penolakan terhadap capres melakukan route show politik tidak sekedar tulisan. Ada suatu wilayah aksi penolakan sudah  mengarah agresi fisik. Peristiwanya  terjadi pengrusakan atribut capres.

Kejadian saling menghujat di media sosial, pengrusakan atribut dan penolakan kehadiran capres tidak bisa dianggap sepele. Hal ini karena berdasarkan siklus konflik. Peristiwa tersebut sudah bisa dikategorikan sebagai konflik laten. Maksud dari konflik laten merupakan potensi konflik, apabila ada pembiaran dapat mengakumulasi konflik lebih besar yang  bermuara kekerasan. 

Agar konflik laten tidak menuju puncak kekerasan di tahun politik memerlukan sistem peringatan dini konflik. Sistem ini dapat diandalkan karena memiliki peran preventif. Caranya melalui serangkaian kegiatan ilmiah bertujuan memperoleh informasi yang memuat  intensitas konflik berada  pada tingkat rendah, sedang atau tinggi sebelum pelaksanaan, selama proses penyelenggaraan dan pasca pemilihan umum.

Implementasi sistem peringatan dini konflik pada pemilu melalui tahapan kegiatan memperoleh data. Langkah awal menjalankan sistem peringatan dini (Suyono, 2019) dalam rangka memperoleh data adalah memahami prediktor apa saja yang memberi kontribusi terhadap konflik pemilihan umum. Mengacu pada kajian literatur dan hasil penelitian konflik politik saat pemilihan umum disebabkan oleh identitas sosial. Variabel identitas sosial menjadi faktor pemicu terjadinya konflik  karena merupakan konseptualisasi mengenai diri yang berpondasi pada kesamaan di kelompoknya. Bahaya yang ditimbulkan saat identitas sosial menguat pada kelompok relawan, anggota partai politik, komunitas pendukung, dan kontestan legislatif maupun capres pada pemilu terjadi bias in group dan out group. 

Bias in group dan out group dalam realitas tertanam pada kelompok menyebabkan keyakinan kelompok kami yang paling benar dan kelompok luar selalu salah serta kelompok kami yang paling baik dan kelompok luar yang selalu buruk. Dinamika hubungan antar kelompok ini menumbuhkan pertentangan keduanya menjadi tajam yang  menimbulkan gesekan ketika berlangsung kampanye dengan melibatkan masa dalam jumlah besar. 
Prasangka juga menjadi faktor penentu terjadinya konflik pemilihan umum. Variabel prasangka berperan menumbuhkan konflik saat pemilihan umum karena berisi evalusi negatif terhadap kelompok lain. Evaluasi negatif ini dilatarbelakangi keterbatasan pemahaman terhadap pemilu merupakan bagian praktek demokrasi sehingga menyebabkan permusuhan antar kelompok pendukung maupun peserta pemilihan legislatif atau capres. 

Evaluasi negatif itu terjadi tak luput diwarnai kehadiran stereotip menstimulasi sikap ketidaksukaan pada lawan politik. Proses tersebut mendorong pertikaian antar pendukung. Realitas yang bisa dilihat pada konstelasi politik lokal dan nasional adalah adanya pembelahan antara kecebong dan kampret. Kecebong selalu distereotipkan sebagai kelompok yang memiliki pemahaman politik tertentu. Hal ini mempengaruhi afiliasinya dalam memilih calon legislatif atau calon presiden. Kelompok sebelah yang disebut kampret distereotipkan mempunyai pandangan politik lain berdampak pilihan pada sosok calon legislatif atau capres juga berbeda dibanding dengan kubu kecebong. Perbedaan diantara keduanya membakar syahwat politik yang mengantarkan “perang” di media sosial. Keadaan saling menghujat ini mempengaruhi kognisi sosial yang menjadi embrio saling menyakiti saat  berada di jagat nyata pemilu. 

Setelah memahami variabel identitas sosial dan prasangka menjadi prediktor konflik pemilu. Langkah berikutnya adalah membuat instrumen sebagai alat  pengambilan data. Data ini diperlukan dalam rangka melakukan analisis  memperoleh tingkatan tertentu dari identitas sosial dan prasangka. Saat analisis ditemukan identitas sosial dan prasangka masih berada pada tingkat rendah dapat dijelaskan kondisinya  masih aman atau berada pada situasi damai. Sebaliknya identitas sosial dan prasangka memperoleh hasil tingkat yang tinggi dapat diterangkan situasinya sudah  mengarah pada kekerasan. 

Secara spesifik  bila situasinya telah berada pada potensi konflik meninggi memerlukan langkah pencegahan agar tidak terjadi kekerasan. Langkah pencegahan bisa dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu dan institusi keamanan. Caranya adalah menanamkan pemahaman pada kandidat maupun pendukungnya lebih mengutamakan pertarungan gagasan melalui dialog terbuka untuk menarik simpati pemilih. Dialog terbuka yang mempertemukan antar komunitas pendukung dapat menurunkan eksklusivisme kelompok pendukung. 

Saat eksklusivisme kelompok pendukung menurun menjadi variabel penting membikin tingkat identitas sosial dan prasangka menjadi rendah. Proses ini dapat mereduksi bias kelompok dan ketidaksukaan terhadap kelompok pendukung lain yang membikin situasi damai tetap terjaga pada penyelenggaraan pemilu

***

*) Oleh: Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Madiun just now

Welcome to TIMES Madiun

TIMES Madiun is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.