Kopi TIMES

Pesantren Menuju Peradaban Islam Dunia

Minggu, 27 Maret 2022 - 02:34
Pesantren Menuju Peradaban Islam Dunia Faruq Bytheway, penyair, aktivis, sastrawan asal Madura. Penulis Buku Nanti Ketika Di Malang (2021), anggota komunitas penulis muda malam reboan Kota Malang. Finalis Lomba Cipta Puisi (LCPN) 2018 dengan judul Puisi; Gua gua kecil.

TIMES MADIUN, JAKARTA – Di asia tenggara kita telah dipertemukan oleh salah satu corak pemikiran Islam sebagai alternatif nilai tawar Islam yang berkeadaban, yaitu Indonesia. Kenapa hanya Indonesia? Sedang banyak negara Asia tenggara lain yang bercorak islam seperti Malaysia dan Brunai Darussalam?

Indonesia patut dijadikan sebagai negara solusi-alternatif pemikiran masa kini ditengah era globalisasi yang cukup bebas yang membuat berbagai pemikiran dapat masuk dengan gampang pada sebuah negara. Dalam gelembung pemikiran islam dunia, empat negara telah berkonstestasi menunjukkan corak pemikirannya masing-masing, katakanlah; ada Saudi Arabia dengan wahabismenya, Iran dengan syiahnya, Mesir dengan al-Azharnya, dan terakhir Turki dengan sekularisme islamnya.

Empat negara tersebut sangat getol sekali mempromosikan corak pemikiran yang mereka tawarkan. Namun untuk dapat menawarkan sebuah corak pemikiran yang besar, suatu negara butuh yang namanya populasi, dan Indonesia memiliki perangkat itu.

Setidaknya ada beberapa hal kenapa Indonesia bisa berada di start terdepan tanpa harus terlalu ambisius untuk memasarkan  corak pemikiran islam yang berkeadaban yang dimilikinya. Pertama, Indonesia memiliki populasi penduduk terbanyak keempat setelah India, China, Rusia, dan Amerika. Dikutip dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah populasi di Indonesia pada tahun 2021 terdapat 273 juta penduduk.

Tidak hanya itu, alasan Indonesia dapat mengungguli start awal adalah warna islam di Indonesia yang tidak monokrom. Corak pemikiran islam yang sangat mencolok dalam tatanan kehidupan sehari-hari dan kehidupan dalam bernegara meski harus berhadapan dengan lingkungan multi-agama. Di mana Indonesia sendiri terdiri dari berbagai agama diantaranya; Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katolik, dan Konghucu.

Dan yang paling penting adalah stabilitas di Indonesia yang cukup terbilang aman dan stabil, meski terkadang hal remeh-temeh selalu menjadi debat kusir di kalangan masyarakat Indonesia, Seperti persoalan adzan, wayang haram dan lain sebagainya. Namun sekali lagi, dengan tiga peluang tersebut menjadikan Indonesia pantas memberikan tawaran baru untuk peradaban islam dunia.

Sejarah menuliskan bahwa islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan abad ke-13 masehi. Kedua sejarah masuknya islam di Indonesia itu dapat kita ambil semua dengan bukti munculnya kerajaan islam di Indonesia yaitu kerajaan samudera pasai dan ditemukannya parasasti  India di Indonesia, sehingga secara umur Indonesia memiliki fondasi kedalaman yang kuat untuk menebarkan Islam yang berkeadaban baru.

Dalam sejarah tersebut, Islam di Indonesia sangat kentara selaki dipengaruhi oleh doktrinasi persia dan arab, Animisme-Dinamism, Hindu-Budha, dan kita bisa baca hal itu hingga tuntas, sebab hal itu wajar adanya.

Berbicara Islam di Indonesia maka kita tidak akan pernah luput dari peran besar kaum santri. Santri yang selalu disebut dengan kaum sarungan itu memiliki peran besar,  baik sejak pra-kemerdekaan Indonesia hingga pasca kemerdekaan Indonesia. Berbicara Santri ada dua poros yang juga tidak boleh dilupakan, yaitu peran besar organisasi kemasyarakatan (Ormas) Nahdlatul Ulama’ (NU) sebagai poros tradisional dan Muhammadiyah sebagai poros modern. Kedua ormas itu memiliki keterlibatan besar baik persoalan pendidikan, ekonomi, budaya, sosial, politik dan lain sebagainya untuk Indonesia.

Peradaban, Pesantren dan Santri

Dalam buku pengantar antropologi: Sebuah ikhtisar mengenal Antropologi yang ditulis oleh Gunsu Nurmansyah dkk, 2012, menjelaskan bahwa peradaban secara umum merupakan bagian dari kebudayaan. 

Menarik sejarah peradaban dunia jauh kebelakang, kita telah mengenal bagaimana Yunani sebelum masehi dengan para filsufnya seperti Aris Toteles, demokrates, sokrates, dan plato yang mengubah sejarah dunia hingga dapat mewarnai berbagai kehidupan manusia.

Sejarah telah mencatat, peradaban yunani telah mewarnai peradaban dunia baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut telah mempengaruhi perkembangan umat manusia dari zaman dahulu hingga zaman sekarang ini. Peradaban besar tersebut diantaranya adalah; Peradaban persia, yunani kuno, romawi, india, cina, dan salah satunya peradaban islam yang tak bisa kita nafikan.

Walau peradaban islam dapat dibilang relatif baru jika dibandingkan dengan peradaban manusia yang sebelumnya, dimulai dari pra-sejarah hingga manusia dapat mengenal tulisan, Islam menjurus menjadi sebuah peradaban yang prestisius. Hal itu dapat kita lihat bagaimana para ilmuwan muslim semakin bermunculan di dunia. Kita bisa sebut hal itu pada abad ke-11, munculnya ilmuwan kedokteran, Ibnu Sina di Spanyol, Imam Al-gazali, Ibnu Rusd, dan para ilmuwan muslim yang lainnya.

Para ilmuwan Indonesia pun hingga sekarang tak terhitung jumlahnya dalam keterlibatan besarnya diberbagai belahan dunia untuk memaparkan bagaimana khazanah intelektual islam Indonesia, hingga pemikiran-pemikiran besar islam Indonesia di dunia, mulai dari gerakan dakwahnya, dan juga karya-karyanya yang telah mendunia.

Kita sebut beberapa diantaranya adalah Syekh Ahmad Khatib sambas dari Kalimantan, Shekh Imam An-Anwawi Al-Banteni dari Banten, Syekh Rauf Al-Singkili dan banyak ulama lainnya yang telah mengajar di Makkah yang pada saat itu menjadi pusat perdaban Islam di dunia.

Karya-karya ulama Indonesia pun tidak bisa kita kesampingkan, berbagai karya ulam besar Indonesia telah dicetak diberbagai belahan dunia hingga menjadi rujukan diberbagai komunitas besar di dunia.

Tidak hanya itu, jika kemudian kita tarik kembali ke masa kolonialisme Belanda pada tahun 1825-1830 Masehi, seorang santri yang ningrat pada zaman kolenial Hindia Belanda, Pangeran Diponogoro saat kondisi di Indonesia terkhusus di Jawa tercekam oleh serbuan pasukan Hindia Belanda akibat berbagai peraturan yang dicetuskan oleh pihak Kolonial Hindia Belanda terkait haji pada saat itu, seorang santri yang Ningrat, Pangeran Diponorogo melalui politik ordonansinya mampu mengontrol pasukan Hindia Belanda. Situasi itu kemudian disebut dengan Perang Jawa.

Hal itu menandakan bahwa Indonesia, sekali lagi, sejak dahulu telah memiliki modal besar untuk berbicara banyak terhadap dunia. Pertanyaannya sekarang adalah apa yang menjadi kekurangan Indonesia? Hal ini menjadi pukulan telak untuk kita semua, jika pada akhirnya Indonesia hanya concern pada hal-hal naif dan remeh-temeh, kapan kita akan speak up?

Modal Indonesia juga tak luput dari peran penting pesantren dan santri. Pesantren dan santri ibarat sebuah laci emas yang berisi air zam zam, semua orang harus merasakan kesegarannya, berbagai belahan dunia harus merasakan dampaknya.

Dalam jurnal Al-Ta’dib, Sejarah Pesantren di Indonesia yang ditulis oleh Herman DM, dijelaskan bahwa pesantren setidaknya mempunyai tiga unsur, yaitu santri, kiai atau guru, dan asrama atau pondok.

Pesantren yang terbilang cukup tua adalah salah satunya yaitu didirikan pada tahun 1899 oleh Kiai Hasyim Asy’ari yang mendirikan pesantren Tebuireng di Jombang, kemudin membentuk Nahdlatul Ulama (NU) yang kini menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Selain itu juga, rekan seperguruan Kiai Hasyim di Mekkah, Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, mendirikan pusat pendidikan Islam yang lebih modern, dengan kurikulum yang sedikit berbeda. Hal itulah menjadikan wajah peradaban Islam baharu di Indonesia yang kini dapat dirasakan oleh semua kalangan umat Islam di Indonesia baik NU maupun muhammadiyah.

Melihat akan hal itu, Indonesia patut menjadi rujukan peradaban yang berkemajuan untuk berbagai negara yang ada di belahan dunia. Bahkan kita sebanarnya tidak hanya telah merasakannya, namun juga dinikmati betul oleh para mahaiswa dibelahan dunia yang kuliah di Indonesia. Sebagai sampelnya, banyak teman-teman kita dari Afrika kuliah di salah satu kampus di Kota malang mampu menjadi wisudawan terbaik, dan banyak sekali ribuan mahasiswa asal luar negeri merasakan itu di Indonesia.

Namun, kita tidak perlu terlalu berbangga diri akan hal tersebut, banyak PR yang harus diselesaikan oleh kita sebagai bangsa Indonesia sekaligus santri yang berkeadaban maju. Pesantren dan santri harus terus melakukan terobosan-terobosan baru disetiap derap-langkahnya, tanpa harus menutup diri dari golongan tertentu, ciptakan Indonesia yang berperadaban, dan ciptakan pondok pesantren yang berkemajuan, sekali lagi tanpa harus melihat dia siapa, tanpa harus melakukan hal apapun karena apa. Sebab, tujuan paling utama dalam menciptakan pesantren menuju peradaban Islam dunia bukanlah untuk Islam itu saja, melainkan untuk dijadikan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta.

***

*) Oleh: Faruq Bytheway, penyair, aktivis, sastrawan asal Madura. Penulis Buku Nanti Ketika Di Malang (2021), anggota komunitas penulis muda malam reboan Kota Malang. Finalis Lomba Cipta Puisi (LCPN) 2018 dengan judul Puisi; Gua gua kecil.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

 

______
**)
Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Madiun just now

Welcome to TIMES Madiun

TIMES Madiun is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.