Kopi TIMES

Mengkritik Seperti Buya Syafii Maarif

Rabu, 07 Juni 2023 - 12:08
Mengkritik Seperti Buya Syafii Maarif Moh Ramli, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA Jakarta.

TIMES MADIUN, JAKARTA – BARU-baru ini ada siswi SMP di Kota Jambi, berinisial SFA, dilaporkan ke polisi oleh Pemkot Jambi usai mengkritik Wali Kota Jambi Syarif Pasha. Kritikan tersebut dilontarkan siswi itu di akun TikTok pribadinya pada 3 Mei 2023.

Siswi SMP ini ingin mencari keadilan soal kerusakan rumah dan sumur neneknya bernama Hafsah akibat angkutan berat dari perusahaan PT. Rimba Palma Sejahtera Lestari yang beralamat di kawasan Payo Selincah Kota Jambi.

Sebelumnya, Bima Yudho Saputro, kreator konten asal Lampung, juga dilaporkan ke polisi usai membuat video di akun Tiktoknya. Laporan itu dibuat setelah Bima mengkritik jalan rusak diwilayahnya yang tak kunjung diperbaiki.

Laporan-laporan tersebut pun ending-nya tak diproses oleh kepolisian. Itu karena mereka mendapatkan dukungan dari berbagai pihak yang akal sehatnya masih berfungsi dengan baik. 

Membaca keberanian dua anak muda tersebut saya jadi rindu dengan Buya Syafii Maarif. Ya, Anda sudah tahu ia siapa.  Cendekiawan Indonesia. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah. Manusia autentik tersebut sudah dipanggil oleh-Nya pada Jumat, 27 Mei 2022. 

Saya menyebut, Buya Syafii Maarif adalah salah satu tokoh Perserikatan, dalam bahasa Maduranya “se paleng bengalan” yang pernah dilahirkan. Jika ada kebijakan dan kepribadian politikus Indonesia mengganggu akal sehat, maka tanpa berpikir ulang, kritik tajamnya akan dilancarkan sedemikian rupa.

“Harta negara yang dijarah secara ilegal secara hukum dan moral sekian lama oleh sebagian pejabat dan petualang ekonomi, kembalikan kepada negara, terang-terangan atau secara diam-diam, sekalipun saya melihat cara itu sulit sekali menjadi kenyataan. Harta haram pasti akan melahirkan anak-anak dan cucu-cucu yang haram pula.” 

“Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang selama ini dianggap sebagai tahta suci proses demokrasi, tetapi ternyata praktik kumuh telah berlaku pula di sana. Partai politik, jangan ditanya lagi, di semua bagiannya sudah sarat dengan kebobrokan. Sisa-sisa idealisme selalu kandas berhadapan dengan syahwat kuasa dan uang yang telah dijadikan ideologi.”

Kritik-kritik “gila” itu ditulis oleh Bapak Bangsa dari Sumpur Kudus, Sumatera Barat tersebut dalam bukunya berjudul: Menerobos Kemelut, yang diterbitkan pada 2019 lalu.

Mudah Lapor-melaporkan

Kegelisahan dewasa ini, sebagian masyarakat kita begitu mudahnya membawa banyak hal ke ranah hukum. Terlebih disayangkan, yang dilaporkan adalah soal kritik-kritikan terhadap kebijakan yang dialamatkan oleh para generasi terhadap pemerintahnya sendiri. 

Akhirnya, kehangatan berdemokrasi kita jadi lucu sekaligus menggelikan. Padahal, kritik, sebagai ikhtiar perbaikan hukumnya adalah wajib bila mengaku di dadanya ada nafas 'Hubbul Wathon Minal Iman'. 

Apa salahnya dengan kritik sarkas? “Tembok Istana” pemerintah kita tebal nan tinggi. Oleh karenanya, sebagai “oposisi” dan controlling, kritik yang tajam, bahkan lewat pendekatan narasi sarkas, dari masyarakat, terlebih generasi mudanya, terhadap pemangku kebijakan yang sudah diberikan beri makan dan minum setiap hari dan malam tersebut, terus dilancarkan. 

Demi apa? Tentu demi perbaikan dan kemajuan, bukan karena kebencian dan kepentingan terselubung. Kritik sarkas tersebut juga belum mungkin didengarkan oleh pemerintah, apalagi kritik yang halus dan lemah gemulai? 

So, kemarin Bima Yudho Saputro, anak muda Lampung itu sudah membuktikannya. Ia mengkritik jalan Lampung dengan sangat sarkas, karena kecintaannya pada tanah kelahirannya tersebut.

Apa yang kini terjadi? Karena partisipasi dan kritik Bima, kini 15 ruas jalan amburadul di Provinsi Lampung itu akan diperbaiki pada bulan Juni 2023 ini oleh Kementerian PUPR. Jelas masyarakat di wilayah tersebut harus berterima kasih kepada anak muda cerdas dan pemberani tersebut.

Tentu faktanya, kritik kasar Bima itu juga masih lebih kasar dari kerikil-kerikil jalan Lampung yang sebelumnya dibiarkan amburadul tersebut. Masyarakat bertahun-tahun menderita, dirugikan tanpa sedikitpun bersalah dan berdosa. Diwaktu yang sama, elite pemerintahnya tidur nyenyak, gaji dan tunjangannya pun tak tersendat, cair mengair setiap bulan.

Yang jadi persoalan, saat ini ada oknum masyarakat yang mengkritik masyarakat karena mengkritik kebijakan pemerintah. Aneh? Tapi itu nyata. Siapa mereka? Itulah yang kita sebut buzzer RP.

Sesekali saya mem-positif-kan pikiran. Bahwa buzzer ini adalah golongan masyarakat dhuafa, tidak punya cukup duit untuk memberikan makan anak dan istrinya, lalu terpaksa menjual harga dirinya untuk dibayar dengan tugas utamanya yakni mencaci maki seseorang dan menyebar hoaks di media sosial.

Merekalah hama demokrasi yang wajib dilaporkan ke pihak kepolisian dan diganyang sampai tuntas di pengadilan. Bukan justru melaporkan mereka yang kritis pada pemangku kebijakan. Sayangnya, hingga kini belum ada buzzer RP berstatus demikian, dilaporkan dan dipenjarakan. Entah, ketiak siapa yang melindungi dan memelihara mereka. 

***

*) Oleh: Moh Ramli, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA Jakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Moh Ramli
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Madiun just now

Welcome to TIMES Madiun

TIMES Madiun is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.